Senin, 01 Oktober 2012

DEFINISI , FUNGSI DAN KEDUDUKAN AL-QUR`AN, Makalah DEFINISI , FUNGSI DAN KEDUDUKAN AL-QUR`AN, Presentasi DEFINISI , FUNGSI DAN KEDUDUKAN AL-QUR`AN

DEFINISI AL-QUR`AN

Ditinjau dari segi bahasa (lughowi atau etimologis) bahwa kata al-Qur’an merupakan bentuk mashdar dari kata qoro’a – yaqro’uu – qiroo’atan – wa qor’an – wa qur’aanan.  Kata qoro’a  berarti menghimpun dan menyatukan; al-Qur’an pada hakikatnya merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi satu ayat, himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf al-Qur’an. Di samping itu, mayoritas ulama mengatakan bahwa al-Qur’an dengan akar kata qoro’a, bermakna tilawah: membaca. Kedua makna ini bisa dipadukan menjadi satu, menjadi “al-Qur’an itu merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca”.
  Makna al-Qur’an secara ishtilaahi, al-Qur’an itu adalah “Firman Allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW

MAKALAH TOKOH-TOKOH MUFFASIR DAN KITAB-KITABNYA, Makalah study Al-Qur'an, Study Al-Qur-an

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat setelah Islam makin meluaskan sayapnya dan banyak kekuasaan yang berada di bawah tanggung jawabnya, seperti daerah Persia, Mesir dan Turki, terjadilah apa yang disebut “gesekan budaya” yang berakibat kaum muslimin beusaha mempalajari ilmu-ilmu yang mereka miliki, seperti ilmu logika, ilmu filsafat dan ilmu Matematika. Gaya ini juga menimbulkan perubahan dalam kitab-kitab Tafsir. Ahli Tafsir tidak hanya menukil tafsir dari Sahabat, Tabi’in atau Tabi’ut Tabi’in saja, tetapi mereka juga berusaha untuk meneliti dan mengkorelasikan dengan pengetahuan yang telah mereka dapat dari lingkungannya, di samping itu ada juga yang menafsirkan al-Quran dengan melihat segi bahasa atau keindahan bahasanya saja.

Makalah teologi islam Murji'ah, Makalah Murji'ah, Murji'ah Makalah, Murji'ah


بسم الله الرحمن الرحيم
المرجئة
MURJI’AH


I. PENGERTIAN
Murji’ah secara etimologi  memiliki arti :
1. التأخير  : Mengakhirkan.[1]
2. الخوف  : Takut.[2]
3. Angan-angan
4. Memberi
5. Mengharap.

Firman Allah Ta’ala dalam surat  An Nisa’, ayat 104:
وَتَرْجُوْنَ مِنَ الله ِمَالَا يَرْجُوْنَ
 “Sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan."
Dan firman-Nya dalam Surat Nuh, ayat 13:
مَا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ لله َوَقَارًا
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah."
          Al Azhari menyebutkan perihal kata-kata Raja’ yang mempunyai arti ‘takut’ yaitu apabila  lafadz Raja’ bersama dengan huruf  nafi.
ٍSedangkan kata-kata Irja’ yang mempunyai arti takhir (mengakhirkan) sebagaimana dalam firman-Nya surat Al a’raaf:111 yang dibaca arjikhu yaitu akhirhu.[3]
          Secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang ketepatan dalam mengartikan  kalimat Murji’ah, secara ringkas kalimat Murji’ah adalah:
1.    Al Irja’  : Mengakhirkan amal dari Iman.
Al Bagdadi berkata : “Mereka dikatakan Murji’ah dikarenakan mereka mengakhirkan amal dari pada iman.”[4]
    Alfayaumy berkata: “Mereka adalah orang-orang yang tidak memberi hukuman kepada seseorang  di dunia akan tetapi mereka mengakhirkan hukuman tersebut hingga datangnya hari kiamat.”[5]
2.  Irja’ diambil dari bahasa  yang berarti  takhir dan  imhal“ (mengakhirkan dan meremehkan). Irja’ semacam ini adalah irja’ (mengakhirkan) amal dalam derajat iman  serta menempatkannya pada posisi kedua  berdasarkan iman dan  dia bukan menjadi bagian dari iman itu sendiri,  karena iman secara majaz, di dalamnya  tercakup amal. Padahal amal itu sebenarnya merupakan pembenar dari iman itu sendiri sebagaimana yang telah diucapkan  kepada  orang–orang yang mengatakan bahwa perbuatan maksiat itu tidak bisa membahahayakan keimanan sebagaimana  ketaatan tidak bermanfaat bagi orang kafir.
Pengertian seperti 

ETIKA INDEPENDENSI, Demokrasi Tuhan terhadap Hakekat Manusia


ETIKA INDEPENDENSI
Demokrasi Tuhan terhadap Hakekat  Manusia
            Analogi sederhana, kalau kita ingin tahu tentang mobil, maka bertanyalah pada yang membuat mobil. Kita akan tahu, apa saja kerangka penyusunnya, dan apa tujuan pembuat mengadakan mobil tersebut. tapi secara subjektif, yang  kita lihat dari luar mobil itu  bangun yang bentuknya tergantung pada yang membuat. Dan setelah masuk, ada banyak ruang kosong yang tentunya mengikuti postur mobil.
            Metafora dari analogi di atas, adalah pada penciptaan manusia. untuk melepas unsur subjektivitas,berbicara tentang manusia ya dengan wawncara pada penciptanya.  Inilah, yang dilakukan malaikat ketika mendengar Tuhan akan menciptakan makhluk baru, pada waktu itu Tuhan sebut dengan kata “Kholifah” bukan dengan kata manusia. Bertanya malaikat pada Tuhan “ kenapa engkau akan ciptakan di bumi makhluk yang akan menyebabkan kerusakan dan  pertumpahan darah padahal, kami selalu bertasabih kepadaMu?” Jawaban yang cukup menggelitik dari Tuhan, “ Sesungguhnya aku tahu apa yang tidak engkau tahu.”
            Dari hasil dialog tersebut, saya menangkap karakter yang  ada pada manusia adalah manusia sebagai kholifah, sesuai dengan firman penciptanya, Inniy Jailun fil Ardhi Kholifah. Dan manusia sebagai perusak dan penumpah darah . Namun, penggalian esensi diri ini, secara pribadi saya tertantang dengan kata Inniy a’lamu ma la ta’lamun. Apa yang Tuhan sembunyikan dengan menggunakan kata Aku tahu? Adakah esensi lain, yang dimisterikan, selain yang diketahui malaikat, bahwa manusia sebagai perusak?
            Bukan bermaksud membaca pemikiran Tuhan.  Sebelum terciptanya bumi, Tuhan tentu sudah memiliki kehendak bahwa aka ada penghuni di dalamnya. Yang mewakili dzatNya untuk mengatur seluruh isi bumi. Sesuai dengan sifatNya  yang kekal, munculnya kehendak akan penciptaan kholifah, mustahil Tuhan memikirkan setelah bumi itu ada. Karena itu menunjukkan ketidak kekalan Tuhan itu sendiri. Dia telah memiliki perubahan dalam kehendakNya. Terlebih muncul karena